
TEMPO.CO, Jakarta – Pelaksana Tugas Presiden Direktur sekaligus Direktur Operasi PT Gag Nikel Arya Arditya Kurnia membeberkan soal aktivitas pertambangan di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia mengklaim bahwa perusahaannya sudah mengikuti aturan dan akan tetap mengutamakan aspek lingkungan.
Penjelasan Arya tersebut dipaparkan setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengumumkan bahwa anak usaha PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam itu mengantongi izin resmi untuk melanjutkan pertambangan di Raja Ampat.
“Atas dasar izin itu kami sebarkan pada para karyawan dan para stakeholder, bahwa kami tetap atur kondisi operasional sesuai dengan arahan dari Dirjen Minerba (Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM), tetap mengutamakan kondisi lingkungan,” kata Arya dalam pertemuan dengan media di Jakarta Selatan, Selasa, 10 Juni 2025.
Ia juga menjelaskan aktivitas terkini di lokasi tambang. Menurut dia, upaya rehabilitasi lingkungan tetap dilakukan karena tak bisa dihentikan. Namun untuk kondisi produksi, penjualan dan sebagainya berhenti sementara menunggu keputusan resmi dari pemerintah.
Dalam paparannya, Arya menerangkan bahwa sejak perusahaan resmi melakukan produksi pada 2018, PT Gag Nikel telah mengantongi AMDAL resmi dan diawasi KLHK. Ia juga membeberkan program reklamasi dengan menanam puluhan ribu bibit tanaman endemik pada lebih dari 130 hektare lahan bekas tambang. Serta memantau kualitas air dan keanekaragaman hayati secara berkala.
Sementara itu, Direktur Utama Antam, Nico Kanter, menegaskan bahwa sebagai pemegang saham, perseroan akan terus mengawasi dan memastikan pengelolaan operasi dilakukan sesuai dengan good mining practice.
“Kami juga akan melakukan upaya-upaya perbaikan pengelolaan operasi dan lingkungan di seluruh wilayah operasi, termasuk PT Gag Nikel dengan memastikan penerapan standar-standar internasional di seluruh lini bisnis,” ucap Nico.
PT Gag Nikel memiliki konsesi seluas seluas 13.136 hektare di Raja Ampat. Menyitir data MODI ESDM, perusahaan itu mendapat izin operasi produksi di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat sejak 2017. Perusahaan mendapat izin kontrak karya dengan nomor 430.K/30/DJB/2017 mulai 30 November 2017 hingga 30 November 2047.
Perusahaan ini disorot sejak Greenpeace Indonesia mengkritik keras aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Greenpeace Indonesia di laman resminya menyatakan eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan Pulau Gag yang merupakan lokasi tambang, tidak berada di dalam kawasan konservasi. “Pulau Gag itu juga tidak berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat. Letaknya sekitar 42 km dari Payemo, pusat kawasan wisata utama, dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” kata Ketua Umum Partai Golkar ini.
Pemerintah memutuskan dari lima IUP, hanya PT Gag Nikel yang masih diizinkan beroperasi. Bahlil menyatakan hanya PT Gag Nikel yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2025, sementara empat perusahaan lainnya tidak memiliki RKAB.
Referensi: Tempo.co